Pengertian Pedagang Sayur Keliling

Pedagang Sayur Keliling (Vegetable merchant circle) adalah salah satu usaha yang merupakan suatu kegiatan Perdagangan eceran dan melaksanakan pemberian jasa. Pedagang Sayur Keliling merupakan salah satu pekerjaan yang penting dalam mengurangi pengangguran.

Pedagang Sayur Keliling sering dihubungkan dengan proses urbanisasi, masalah dan kebijakan kesempatan kerja, serta tentang kerangka dan perencaan kota. Pedagang Sayur Keliling biasanya digambarkan sebagai perujudan pengangguran tersembunyi atau setengah pengangguran. Pertumbuhannya pun semakin besar di kota-kota di dunia ketiga, karena adanya ketidakseimbangan antara lapangan kerja dengan angkatan kerja.

Menurut gambaran yang paling buruk, Pedagang Sayur Keliling dipandang sebagai parasit dan sumber pelaku kejahatan, yang bersama-sama dengan pengemis, pelacur dan pencuri semata-mata dianggap sebagai jenis pekerjaan yang sama sekali tidak relevan.Sekalipun produktivitas para Pedagang Sayur Keliling itu sangat rendah jika dibandingkan dengan pedagang di sektor ekonomi modern, namun dunia mereka jauh lebih superior daripada dunia pengangguran. Betapapun tidak produktifnya dunia Pedagang Sayur Keliling, dan betapapun brengseknya penampilan mereka dilihat dari segi estetika tata kota, namun jelas mereka itu memberi pelayanan yang tidak kecil artinya bagi penduduk kota, dan menjadi bagian intergral dari sistem ekonomi urban. Sekalipun produktivitasnya rendah, namun sektor ini telah memberikan mata pencaharian kepada beribu-ribu orang,berupa pekerjaan tetap maupun sampingan. (Manning & Effendi 1983 : 15)

Meskipun usaha Pedagang Sayur Keliling tersebut awalnya tergantung pada pihak terkait, namun dengan adanya pembinaan diharapkan mereka akan bisa mandiri dan berkembang dengan baik. Dengan kemandirian tersebut, Pedagang Sayur Keliling kaki lima tidak lagi tergantung kepada pihak terkait tetapi mempunyai kaitan yang sifatnya saling mendukung dan saling memerlukan. Keterkaitan tersebut bertujuan untuk menciptakan kondisi pasar yang sehat dan dinamis. Sehat diartikan sebagai pasar yang didalamnya terdapat bermacam-macam skala usaha yang bergeak bersama-sama dalam persaingan yang sehat. Persaingan tersebut sangat terkait dengan pangsa pasar dalam strata sosial masyarakat. Dinamis berarti bahwa keterkaitan usaha tersebut bukanlah hubungan antara pemberi dan penerima, melainkan hubungan rasional kedua belah pihak yang saling membantu, saling mendukung dan saling membutuhkan.

Dengan melihat manfaat hadirnya Pedagang Sayur Keliling, maka kegiatan usahanya perlu dibina dan ditata agar benar-benar bermanfaat, baik bagi Pedagang Sayur Keliling sendiri maupun bagi masyarakat serta pemerintah.

Penelitian Hidayat tentang sektor informal di Indonesia mengambil daerah-daerah Bandung, Cirebon, Tasik Malaya, Semarang, Yogyakarta dan Surabaya. Hasilnya adalah bahwa pekerja sektor informal pada sub sektor perdagangan adalah penerima penghasilan terbesar. Keuntungan rata-rata per hari yang mereka peroleh adalah sebesar Rp.2.500,- untuk Pedagang Sayur Keliling dan Rp 2.400,- untuk pedagang yang telah menetap. Bila dilihat dari lamanya berusaha, Pedagang Sayur Keliling rata-rata baru berusaha selama 2 tahun. Kalau dilihat dari umur para pekerja, mereka berkisar antara 25-54 tahun, meskipun juga ada yang berusia di bawah 15 tahun.

Hidayat melihat adanya potensi yang besar pada sektor informal di Indonesia. salah satu potensi yang cukup menonjol dalam perekonomian Indonesia ialah kemampuannya sebagai penyedia lapangan kerja bagi kelebihan penawaran kerja di daerah perkotaan (Hidayat 1978 : 20). Di samping itu, sektor informal juga dapat menggerakkan partisipasi wanita. Ia menolah anggapan bahwa sektor informal itu relatif kecil menyerap tenaga kerja dan tidak perlu mendapat perhatian khusus.

Ananta dan Priyono (1985:50) tinjauannya mengenai sektor informal menunjukkan bahwa perekonomian sektor informal relatif lebih stabil daripada sektor formal, karena sektor informal tidak tergantung pada perekonomian internasional, modal yang besar maupun ketrampilan yang tinggi. Kelesuan ekonomi relatif kurang dirasakan di sektor informal. Juga dikatakan bahwa pertumbuhan sektor informal dapat meningkatkan ekonomi lemah.

Selanjutnya Litbang DPP – FBSI menyebutkan bahwa penghasilan di sektor informal ini sangat tinggi. Di Jakarta pekerja sektor informal memperoleh penghasilan minimal Rp 1.050,- selain itu tukang sayur keliling memperoleh antara Ro.2000 dan Rp 3000,- perhari. Demikian pula dari hasil-hasil penelitian yang telah dihimpun oleh Puslitbang Tenaga Kerja, Departemen Tenaga Kerja RI, 1995 menyebutkan bahwa becak setengal pemilik (kreditan) untuk dibebani ongkos sewa tetapi dibebani cicilan, pendapatannya berkisar antara Rp 400,- sampai Rp 1.250 perhari.

Karafir (1977) yang melakukan penelitian tentang pemupukan modal pedangan kaki lima di Tanah Abang Pasar Jakarta, menyimpulkan bahwa sebagian besar Pedagang Sayur Keliling tidak dan atau kurang mampu memupuk modal. Modal produktif yang mereka miliki tidak berkembang dan atau lambat berkembang. Sehubungan itu pula pendatan (dan taraf hidup) mereka tidak dapat atau kurang cepat meningkat. Dinyatakan bahwa 80.32 persen Pedagang Sayur Keliling tergolong bukan wiraswasta dan kewiraswastaannya rendah 91,34 persen tidak memiliki sikap mengutamakan pengembangan usaha dagang. Data tentang tingkat pemupukan modal menunjukkan bahwa 7,87 persen pedagang  mengalami penyusutan modal dan 65,35 persen pedagang tidak mengalami perubahan dalam jumlah modalnya (Karafir, 1977). Tampak bahwa sektor informal banyak terdapat di negara-negara sedang berkembang. Pekerjaannya pada umumnya berpendidikan rendah, terjadi akibat adanya migrasi dari desa ke kota, berpenghasilan rendah dan tidak/kurang memupuk modal serta mampu menyerap tenaga kerja yang cukup banyak.

Hasil penelitian Tulus Haryono (1989) menunjukkan bahwa usaha Pedagang Sayur Keliling dapat menyediakan lapangan pekerjaan bagi kelebihan angkatan kerja, tertutama yang berpendidikan rendah. Usaha ini cenderung menjadi pekerjaan tetap. Umumnya para Pedagang Sayur Keliling dalam memenuhi kebutuhan modalnya meminjam pada keluarga, teman, menjual harta maupun mengambil tabungan sendiri yang tidak akan menanggung beban bunga. Terhadap keberhasilan usaha Pedagang Sayur Keliling , diantara empat variabel bebas (modal usaha, tingkat pendidikan, pengalaman berusaha dan sikap usaha dagang), hanya variabel modal usaha dan sikap usaha dagang yang berpengaruh secara signifikan terhadap keberhasilan usaha Pedagang Sayur Keliling . Namun dilihat dari rentabilitas ekonois, variabel modal menunjukkan kecenderungan yang negatif. Ini berarti semakin tinggi modal usaha yang digunakan, justru semakin tidak efisien (klik link dibawah ini untuk membaca langsung dari sumbernya).

3 Responses to "Pengertian Pedagang Sayur Keliling"

  1. tanya dong , tau gag kumpulan pedagang sayur keliling bermotor di kota jogja dmn ? #mintainfonyaya makasih

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf mas saya gk tau, soalnya saya bukan orang jogja...

      tapi makasih yah udah berkunjung... :)

      Delete
  2. ijin copy isinya yah buat bahan proposal, sumbernya akan sy cantumkan ko, makasih

    ReplyDelete